EconomicReview-Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia tengah berkonsentrasi terhadap ketersediaan pangan dalam negeri, mengingat terdapat 24 negara yang melarang ekspor komoditas pangan, meskipun tujuh di antaranya telah melakukan relaksasi.
“Sudah 24 negara melarang ekspor. Namun, tujuh sudah melakukan relaksasi lagi. Sehingga, dari itu ada 17 negara, dan yang dilarang itu mulai dari gandum, ayam, dan produk hortikultura lain, termasuk pupuk. Jadi, ini kita harus betul-betul berkonsentrasi terhadap ketersediaan pangan dalam negeri,” kata Airlangga saat meresmikan perhelatan “Panen Raya Nusantara” di Jakarta, Rabu.
Airlangga memaparkan terdapat tiga kunci yang akan dilancarkan pemerintah untuk mewujudkan ketersediaan pangan, yakni mengamankan suplai, diversifikasi pangan, dan melakukan efisiensi.
Khusus diversifikasi pangan, Airlangga bersyukur karena sebagai negara konsumen beras, Indonesia tidak mengimpor beras selama tiga tahun terakhir.
Bahkan, tambah Menko, degan total produksi tujuh juta ton pada akhir tahun, Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk mengekspor 250 ribu ton beras dari Indonesia.
Pada kesempatan tersebut, Airlangga juga mengatakan ekonomi RI dalam dua kuartal terakhir tumbuh positif yakni 5 persen, walaupun kasus COVID-19 relatif 600 per hari.
Namun demikian, tambahnya, varian BA.4 dan BA.5 tetap harus diwaspadai. Selain itu neraca perdagangan Indonesia juga terus menerus surplus di 35,34 miliar pada 2021. Bahkan pada Mei 2022, di mana Indonesia menghentikan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, ekspor tetap surplus 19,79 miliar dan tumbuh 27 persen.
Menko menyampaikan satu sektor pangan lain yang perlu digenjot dan ditingkatkan adalah produksi hasil pertanian dan kelautan, sehingga Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor protein,
“Nah, ini harus kita dorong, budi daya ini harus didorong untuk menggantikan yang tangkap, semua protein baik itu dari ikan dan udang. Badan pangan harus mempromosikan agar orang Indonesia tidak tergantung pada daging impor,” tukas Airlangga.
Terlebih, saat ini Indonesia sedang menghadapi penyakit mulut dan kuku (PMK), sehingga tentu Indonesia harus melakukan diversifikasi sambil menangani persoalan tersebut secara maksimal.
“Hal itu dilakukan sambil satgas tetap bekerja untuk tentunya melakukan vaksinasi terhadap hewan-hewan dan melakukan pengobatan sehingga kita terbebas dari PMK,” ujar Airlangga.