EconomicReview – Anak seringkali dinilai sebagai target pasar yang sangat menjanjikan bagi industri rokok, mengingat pada usianya, anak masih mencari identitas diri dan rentan terpengaruh teman sebaya atau iklan rokok. Inilah yang menyebabkan produk rokok tetap laku di pasaran. Hal ini menjadi ancaman serius bagi anak sebagai generasi penerus bangsa, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
“Kami mengajak anak-anak di seluruh Indonesia yang tergabung dalam wadah partisipasi Forum Anak untuk berperan aktif sebagai pelopor dan pelapor (2P), menyuarakan aspirasi terkait isu-isu anak, tidak terkecuali bahaya rokok. Anak-anak berperan penting dalam menyuarakan perlindungan anak dari bahaya rokok baik bagi diri sendiri, keluarga, teman sebaya/kelompok, sekolah, dan masyarakat luas,” tutur Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N. Rosalin dalam Webinar Bincang Ahli dan Kelas Inspirasi Anak (BAKIAK) ‘Cegah Anak dari Bujukan Rokok’ dalam rangka memperingati Hari Anti Tembakau Sedunia dan menyambut Peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2020.
Ada 5 (lima) sasaran untuk melakukan pencegahan dalam menghadapi bahaya rokok bagi anak, yaitu (1) langsung kepada Anak yang dilakukan melalui Forum Anak Nasional dan telah terbentuk di 34 provinsi, 451 kabupaten/kota, 1.284 kecamatan, dan 2.098 desa/kelurahan, (2) melalui Keluarga yang berperan mengawasi anak untuk tidak merokok, salah satunya melalui 135 Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang telah dibentuk di 120 kabupaten/kota dan 12 provinsi, (3) Satuan Pendidikan melalui 42.705 Sekolah dan Madrasah Ramah Anak (SRA) yang saat ini telah terbentuk di 301 kabupaten/kota dan 34 provinsi, (4) Lingkungan melalui Pusat Kreatifitas Anak, Ruang Bermain Ramah Anak, Puskesmas Ramah Anak (PRA), Rumah Ibadah Ramah Anak, dan (5) Region atau Wilayah, mulai dari desa/kelurahan hingga nasional dengan tujuan mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) pada 2030 yang diperkuat mulai dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, maupun provinsi menjadi layak anak, antara lain ditandai dengan indikator adanya kawasan tanpa rokok dan tidak adanya iklan, promosi, dan sponsor rokok. Terkait hal ini, peran pimpinan daerah sangatlah penting dalam mewujudkan lingkungan bebas asap rokok.
Profil Anak Indonesia 2019 menunjukkan sebanyak 28% remaja merokok saat berkumpul dengan teman sebayanya dan jumlah perokok pemula akan bertambah dari tahun ke tahun. Dalam jangka waktu 15 tahun pada 2001-2016, telah terjadi peningkatan hampir dua kali lipat jumlah perokok pada anak usia 15-19 tahun (Riset Kesehatan Dasar, 2018). Riset yang sama juga menunjukkan ada 2,1% anak berusia 10-14 tahun yang menjadi perokok, meskipun presentasinya kecil, jika dibandingkan dengan jumlah anak Indonesia maka diperoleh angka absolut yang cukup besar.
Berbagai bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok terbukti telah menjerumuskan anak menjadi perokok. Sejumlah 74,2% anak terbujuk iklan rokok, 46,6% dari sponsor acara olah raga, 39,1% dari merchandise, 39% dari sponsor di acara musik, dan lain-lain (TSC-IAKMI, 2017). “Untuk itu, berbagai upaya harus dilakukan secara sinergi melibatkan seluruh stakeholders untuk mencegah agar anak-anak terlindungi dari bahaya rokok, serta memperluas kawasan tanpa rokok karena hal ini mengancam generasi penerus bangsa ini,” papar Lenny.
Kemen PPPA terus berupaya secara sinergi untuk menyelamatkan anak agar tidak masuk dalam target industri rokok, penerapan kawasan tanpa rokok di sekolah, pelarangan iklan rokok bagi anak, tidak melibatkan anak dalam iklan, promosi dan sponsor rokok, tidak menjual atau memberi rokok pada anak, pentingnya informasi, edukasi, dan komunikasi kepada anak terkait bahaya rokok.
“Peran semua pihak dalam melindungi anak dari bahaya rokok sangatlah penting. Kemen PPPA tidak bisa berjalan sendiri, perlu adanya kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, media massa, dan masyarakat, yaitu orangtua, maupun anak-anak. Mari kita bersinergi agar seluruh anak Indonesia menjadi anak berkualitas, demi mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 dan Indonesia Emas 2045.,” jelas Lenny.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung, drg. Wayan Jaya Putra mengungkapkan Kabupaten Klungkung sebagai pusat tenun khas Bali berkomitmen melarang segala bentuk iklan dan promosi rokok di wilayahnya, baik di luar, di dalam gedung, dan di setiap kegiatan adat atau lainnya hingga pelosok desa. Selain itu, kabupaten tersebut juga memiliki klinik yang difungsikan khusus bagi anak agar berhenti merokok. “Kami juga telah melakukan upaya pelibatan anak dan remaja dalam pencegahan bahaya rokok melalui Gerakan Bersama Remaja Anti Rokok (GEBRAK) sebagai bentuk peran serta remaja dalam pengendalian rokok dan Kelompok Siswa Peduli Bahaya Rokok (KSPBR) sebagai upaya menggerakkan partisipasi masyarakat di lingkungan sekolah,” jelas Wayan.
Koordinator Komunikasi dan Advokasi untuk Pengendalian Tembakau, Iman Mahaputra Zein menekankan kepada anak-anak tentang pentingnya bersikap kritis dan kreatif dalam menolak bujuk rayu rokok, dengan langkah amati, kritisi, dan kreasi. “Melalui bermain dan melahirkan karya kreatif, kita bisa memberikan informasi dan edukasi kepada teman-teman di seluruh Indonesia, khususnya terkait dampak buruk konsumsi rokok. Peran Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor penting karena detik ini, jutaan anak Indonesia sudah menjadi perokok sejak dini. Kalianlah yang akan menyelamatkan teman-teman untuk berhenti merokok,” terang Iman.
Sementara itu, Perwakilan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr. Darmawan B. Setyanto menuturkan jika dalam tumbuh kembang anak terpapar bahaya rokok, hal tersebut dapat mengancam kesehatan anak dan berdampak jangka panjang. “Semakin dini anak menjadi perokok awal, maka akan semakin sulit untuk melepaskan diri dari bahaya rokok tersebut. Untuk itu, anak-anak harus bisa menjadi influencer bagi sesama untuk hidup sehat tanpa rokok. Bergeraklah ke arah positif dengan memperkuat imunisasi diri dari jeratan bahaya rokok,” tutup Darmawan.
Kegiatan ini menghasilkan beberapa rekomendasi yang harus segera ditindaklanjuti untuk menyelamatkan anak dari target industri rokok, di antaranya yaitu mempercepat ditandatanganinya Framework Convention on Tobacco Control (FCTC); menaikkan pajak cukai rokok setiap tahun disertai dengan pelarangan penjualan secara batangan; dan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 terkait penerapan kawasan tanpa rokok di sekolah, pelarangan iklan rokok bagi anak, tidak melibatkan anak dalam iklan rokok, tidak menjual atau memberi rokok pada anak, pentingnya informasi, edukasi, dan komunikasi kepada anak terkait bahaya rokok.