EconomicReview – Di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlanjut, perekonomian Indonesia mulai menggeliat bangkit terutama pada sektor industri makanan minuman. Kontribusi industri makanan minuman terhadap ekspor nasional pada rentang Januari hingga September 2020 mencapai 21,38%. Industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 39,51% terhadap PDB sektor pengolahan nonmigas pada triwulan III-2020.
Mengingat pentingnya peran sektor industri ini dalam upaya memulihkan perekonomian nasional, dibutuhkan kerjasama berbagai pemangku kepentingan guna mendukung kelancaran proses produksi, distribusi dan promosi produk-produk makanan minuman Indonesia.
Sayangnya, pertumbuhan industri makanan minuman saat ini diprediksi akan terganggu karena terjadi kekurangan stok gula rafinasi sebagai bahan baku industri. Saat ini produsen gula rafinasi mengalami kekurangan stok bahan baku gula untuk di produksi menjadi gula rafinasi yang merupakan bahan baku yang penting bagi industri makanan dan minuman.
Dalam siaran persnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan & Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengapresiasi berbagai upaya, dukungan dan komitmen Pemerintah dalam memulihkan perekonomian nasional, terutama bagi industri makanan dan minuman selama masa pandemi COVD19. Ini termasuk pemberian fasilitas kemudahan berusaha, pemberian insetif bagi pelaku industri terutama di skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta jaminan kestabilan rantai pasokan bahan baku industri.
Adhi juga mendukung rencana Pemerintah yang akan segera menjalankan amanat UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Saat ini sedang disusun peraturan pelaksanaannya oleh Pemerintah, yang salah satunya terkait jaminan ketersediaan bahan baku.
Terkait keluhan para pemasok gula nasional (AGRI) akan kekurangan stok gula bahan baku bagi produsen gula rafinasi, Adhi menegaskan bahwa stok gula rafinasi sebagai bahan baku industri makanan minuman saat ini hanya cukup untuk kebutuhan hingga Januari 2021.
“Saat ini Thailand sebagai salah satu negara penghasil gula bahan baku industri gula rafinasi mengalami gagal panen, sehingga produsen gula rafinasi nasional harus mendatangkan bahan baku gula dari negara lain yang lebih jauh, seperti Brazil. Ini tentu menambah lead time proses impor. Awalnya hanya butuh waktu sekitar 2-3 minggu menjadi 2 bulan, untuk dapat sampai ke Tanah Air,” ujarnya.
GAPMMI mendesak pemerintah agar memberikan jaminan kepastian bahan baku industri sehingga tidak terjadi kelangkaan stok. “GAPMMI meminta agar pemerintah segera menerbitkan persetujuan impor gula untuk kebutuhan industri,” tegasnya.
Kelangkaan pasokan gula bahan baku industri dapat berakibat pada menurunnya produktivitas sektor industri makanan minuman nasional sehingga akan menambah tekanan terhadap perekonomian yang belum pulih. Potensi masalah berikutnya tidak hanya menyangkut kekosongan produk dipasar dan sektor tenaga kerja, namun juga berpengaruh pada sektor hulu seperti peternak, petani, dan membanjirnya produk impor untuk mengisi permintaan pasar.
GAPMMI sangat berharap peraturan-peraturan ini nantinya dapat memberikan kemudahan dan kepastian berusaha bagi industri nasional, terutama kepastian pasokan bahan baku dan operasional industri makanan minuman agar bisa meningkatkan daya saingnya, menyediakan produk pangan yang terjangkau serta industrinya terus tumbuh dan berkembang. Untuk solusi jangka panjang, GAPMMI berharap Pemerintah dapat berfokus pada pembangunan dan pengembangan sektor hulu dan rantai pasok nasional, sehingga industri lokal memiliki potensi dan kapasitas dalam memenuhi kebutuhan industri nasional.