EconomicReview – Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Indra Gunawan menuturkan media mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan wacana kepada masyarakat terkait praktik ketidakadilan gender, khususnya dalam membingkai konstruksi keluarga yang responsif gender.
“Media dalam hal ini mempunyai peran besar sebagai pembentuk konstruksi masyarakat. Tidak hanya sebatas memberikan informasi yang teruji kebenaran dan kecepatannya untuk masyarakat, media seyogyanya juga dapat berperan sebagai wadah yang memproduksi dan merekonstruksi nilai-nilai kesetaraan gender, khususnya dalam keluarga,” ujar Indra dalam Webinar Keluarga Responsif Gender dalam Perspektif Media.

Minimnya wawasan terkait kesetaraan gender pada kalangan jurnalis juga bisa menjadi penyebab masih banyaknya berita yang mengabaikan isu responsif gender. Pemberitaan yang ada saat ini masih menempatkan ibu dengan perannya di ranah domestik dan ayah sebagai tulang punggung keluarga. Padahal bisa saja jika peran itu kemudian diubah menjadi ayah yang mengurus anak dan ibu yang bekerja. Dalam hal ini media bisa mengambil perannya dalam menciptakan konstruksi keluarga yang responsif gender.
Senada dengan indra, Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis mengatakan kondisi pandemi Covid-19 menjadi pukulan berbahaya bagi upaya perjuangan kesetaraan gender dan meningkatkan kerentanan perempuan mengalami kondisi yang tidak baik. “Pada kondisi seperti ini menjadi penting agar setiap media dan jurnalis untuk mengutamakan konsep gender sensitive reporting. Hal ini mengingat media memiliki kekuasaan dan tanggung jawab untuk menantang stereotip dalam produksi konten untuk menjadi contoh bagi generasi sekarang dan mendatang. Pada dasarnya media harus menjadi forum bagi kebutuhan, perspektif, dan suara yang berbeda di masyarakat. Oleh sebab itu, jika semua media selalu mengutamakan konten yang akurat, bernuansa, dan menarik khalayak yang lebih besar ini berpotensi menciptakan perubahan positif bagi seluruh masyarakat,” ujar Uni.
Sementara itu, Peneliti Media dan Pendiri Remotivi, Roy Thaniago mengatakan media merupakan wahana untuk mengakses realitas dimana suatu konstruksi realitas tertentu, salah satunya konsep tentang keluarga. Selain itu, media massa menjadi salah satu sarana penyalur informasi, pesan, dan hiburan kepada masyarakat. Roy mengajak seluruh media agar d

apat melibatkan pemangku kebijakan dan aktor utama media untuk memahami permasalahan perspektif gender dalam keluarga.
“Kita perlu membuat atau merevisi bersama-sama panduan produksi sinetron, kode etik jurnalistik, dan PedomanPerilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Dalam hal ini Kementerian PPPA juga dapat membuat sebuah narasi tandingan dan melakukan pemantauan media secara berkala. Kemudian yang tak kalah penting juga memberikan pendidikan pada anak terkait konsep keluarga dan gambaran peran masing-masing anggota keluarga,” tambah Roy.
Konsultan Gender United Nations Population Fund (UNFPA), Sri Wahyuni menuturkan sangat penting bagi media untuk menciptakan ruang pemberitaan yang ramah gender dan ramah anak. “Namun saat ini masih banyak media masih saja tidak ramah gender dengan menggunakan judul “nakal” dalam beritanya yang kemudian menimbulkan konstruksi yang salah dalam masyarakat sebagai pembaca. Berbagai upaya telah dan terus dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia, namun pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Sinergi seluruh pihak, utamanya peran media juga sangat penting.
Pada dasarnya setiap media bisa memberikan kontribusi dengan menampilkan berita yang ramah gender dan anak, seperti memberikan judul yang ramah keluarga dan anak, gambar yang memberikan citra positif bagi pembacanya, menayangkan konten yang edukatif, dan yang tak kalah penting memberikan pelatihan dan pemahaman gender kepada setiap jurnalis peliputan,” tutup Yuni.