EconomicReview-PT PLN (Persero) berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 455 triliun (unaudited) sepanjang tahun 2022. Hal tersebut tidak terlepas dari berbagai program efisiensi yang sudah dilakukan perusahaan belakangan ini.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan banyak dari pengamat yang memperkirakan PLN akan menghadapi kesulitan keuangan pada 2020. Ini lantaran permintaan listrik turun, namun PLN sudah terlanjur berkontrak dengan pembangkit swasta. Meski demikian, pada 2022 PLN berhasil meningkatkan penjualan listrik.
“Di tengah volatilitas kurs dan juga ICP (harga minyak mentah Indonesia) yang jauh di atas asumsi makro, PLN mampu meningkatkan kinerja keuangannya di 2022 ini. Revenue kita sekitar Rp 455 triliun,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Rabu (15/2/2023).
Darmawan mengungkapkan pada 2022 ini, pihaknya mampu meningkatkan pertumbuhan penjualan listrik sebesar 6,3% atau sebesar 274 Tera Watt hour (TWh). Angka tersebut lebih tinggi 16,1 TWh dibanding penjualan listrik di 2021 sebesar 257 TWh atau setara Rp 22,2 triliun, bahkan lebih tinggi 10,7 TWh atau setara Rp 15,4 triliun dibanding target RKAP tahun 2022 yang targetnya mencapai 263 TWh.
Oleh sebab itu, ia mengapresiasi kinerja jajaran direksi dan seluruh jajaran PLN. Mengingat, telah melakukan suatu program inovatif marketing yang berdampak pada penjualan listrik perusahaan setrum.
“Ada captive akuisisi kami juga mengetuk pintu industri-industri yang masih melakukan pembangkitnya sendiri dan kami melakukan kolaborasi apakah bisa listriknya menggunakan PLN dan jumlahnya cukup besar,” katanya.
Tak hanya itu, kinerja keuangan tersebut menurutnya juga tak lepas dari kebijakan perusahaan yang melakukan program diskon tambah daya, dengan memfasilitasi agar tambah daya ini bisa jauh lebih murah dan jauh lebih mudah.
“Kami juga membangun electrifying lifestyle juga electrifying agriculture, electrifying marine ini termasuk kapal-kapal yang bersandar tadinya menggunakan diesel saat ini sudah menggunakan listrik PLN, kemudian kami juga bekerjasama dengan pengembangan kawasan ekonomi khusus, kawasan industri dan juga smelter dan dampak positifnya adalah pertumbuhan demand yang sangat sehat,” katanya.
Perusahaan juga berhasil memangkas belanja modal atau capital expenditure (capex) melalui penundaan ekspansi aset yang belum dibutuhkan. Adapun capex yang sebelumnya dianggarkan sebesar Rp 70 triliun turun hanya menjadi Rp 57 triliun.
“Ini dampaknya terlihat sekali debt service coverage ratio kita yaitu operating cash flow dibanding pembayaran pokok dan bunga itu bisa naik dari 1,41 menjadi 1,97 dalam hal ini kami juga melakukan sentralisasi pelaksanaan secara end to end begitu ada demand dinamikanya nambah atau berkurang kami langsung melakukan adjustment,” tutupnya.
Di samping itu, perusahaan juga melakukan proaktif debt manajemen, salah satunya yakni dengan melihat utang-utang perusahaan yang sudah jatuh tempo untuk dilakukan percepatan pembayaran. Dengan catatan, bunga utang dapat dikurangi.
Reporter : Vinolla.