EconomicReview – Kegiatan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 telah selesai diselenggarakan pada Jumat (18/02/22). Dalam pertemuan tersebut, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 telah mengadopsi komunike, sebuah komitmen bersama terkait isu-isu global terkini.
Komitmen tersebut antara lain pemulihan ekonomi global masih berlanjut, tetapi dengan laju yang berbeda antar-negara, dan momentum yang melemah akibat merebaknya kembali varian baru virus Covid-19. Perbedaan kapasitas dalam mengatasi pandemi Covid-19, termasuk salah satunya melalui penyediaan vaksin di berbagai negara, merupakan faktor utama yang menyebabkan pemulihan yang tidak merata. Faktor-faktor ini tentu akan membentuk lanskap ekonomi global ke depan.
Setelah terkontraksi 3,3 persen pada 2020, IMF memproyeksikan bahwa ekonomi global akan tumbuh 5,9 persen pada 2021 dan melambat ke 4,4 persen pada 2022. Faktor lain yang berkontribusi terhadap perlambatan tersebut diantaranya meningkatnya harga pangan dan energi, potensi kenaikan suku bunga, gangguan rantai pasokan, bencana akibat perubahan iklim, dan meningkatnya ketegangan geopolitik.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, maka penanganan pandemi menjadi prasyarat utama. Hal ini menjadi hambatan besar di negara miskin dan berkembang yang memiliki keterbatasan kapasitas pendanaan untuk menangani pandemi. Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20 berkomitmen untuk memastikan akses ke vaksin yang aman, tepat waktu, adil dan terjangkau. Hal ini terutama bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah, meningkatkan dialog dan kerja sama global tentang isu-isu yang berkaitan dengan pencegahan, kesiapsiagaan dan respons pandemi (PPR), serta berkontribusi terhadap penguatan arsitektur kesehatan global.
Selain itu, terbentuknya gugus tugas gabungan (joint finance health task force) yang terdiri dari unsur Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan negara anggota G20 bersama WHO dan Word Bank. Gugas tugas ini diharapkan dapat melakukan identifikasi lebih lanjut dan mengkooordinasikan tindakan kolektif, utamanya dalam rangka memobilisasi pembiayaan global untuk PPR.
Sejak terjadinya pandemi, G20 telah memberikan dukungan bagi negara miskin melalui pemberian penundaan pembayaran utang luar negeri. Ini termasuk restrukturisasi utang luar negeri oleh negara G20 kepada negara miskin dan berkembang untuk meningkatkan kapasitas, dalam penanganan pandemi sekaligus meningkatkan kapasitas pengelolaan utang sehingga dapat mendukung pemulihan ekonomi dalam jangka panjang.
Dalam rangka mendukung inisiatif tersebut, lembaga keuangan internasional memfasilitasi melalui penyediaan dana perwalian (trust fund) guna membantu negara miskin dan berkembang. Forum akan terus mengupayakan capaian yang konkrit dan transparan dari legacy Presidensi Indonesia dalam hal mendorong penyelesaian utang-utang negara miskin dan berkembang melalui adopsi kerangka kerja bersama (Common Framework).
Terkait pajak internasional, dalam forum ini, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 juga memastikan implementasi global yang cepat dari paket pajak internasional dua pilar G20/OECD yang disepakati pada tahun 2021, sepakat untuk mengembangkan model dan instrumen multilateral dengan tujuan untuk memastikan bahwa aturan baru akan mulai berlaku di tingkat global pada 2023.
Forum mendukung kemajuan yang dicapai dalam Kerangka Inklusif G20/OECD tentang Base Erosion Profit Shifting/BEPS (transparansi dan pengalokasian hak pemajakan secara adil) dan menyerukan finalisasi dan implementasi yang konsisten di tingkat global. Pembahasan juga meliputi upaya global dan regional, termasuk di kawasan Asia-Pasifik, untuk meningkatkan mobilisasi sumber daya domestik di negara-negara berkembang melalui bantuan teknis dan peningkatan kapasitas.
Pandemi Covid-19 telah mengganggu investasi pemerintah dan sektor swasta untuk pengembangan infrastruktur. Karena itu para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral berkomitmen mengupayakan revitalisasi investasi infrastruktur dengan cara yang berkelanjutan, inklusif, mudah diakses, dan terjangkau. Khususnya melalui peningkatan keterlibatan sektor swasta untuk mendukung investasi publik dan lembaga keuangan internasional. Hal ini sejalan dengan G20 Raoadmap to Infrastructure.
Mobilisasi investasi infrastruktur juga dilakukan untuk meningkatkan inklusi sosial dan mengatasi kesenjangan antar wilayah. Forum juga akan kembali mengusung upaya peningkatan infrastruktur digital dan investasi InfraTech untuk mempersempit kesenjangan digital.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral juga mendikusikan arah kebijakan ekonomi dan keuangan yang berkelanjutan dan mengatasi tantangan perubahan iklim, yang merupakan faktor penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks memperkuat upaya global untuk mencapai tujuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Perjanjian Paris, serta menerapkan komitmen UN Climate Change Conference of the Parties (COP26), bauran kebijakan menuju netralitas karbon dan net zero emission mencakup upaya dan kolaborasi bersama termasuk dalam hal mekanisme dan insentif penetapan harga karbon, sambil memberikan dukungan yang ditargetkan kepada negara miskin dan paling rentan, dengan mempertimbangkan situasi nasional.
Dialog kebijakan Jalur Keuangan G20 (G20 Finance Track Dialogue) tentang dampak makroekonomi dan fiskal terkait kebijakan perubahan iklim dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu teknis terkait.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral juga mengingat dan menegaskan kembali komitmen yang diangkat oleh negara-negara maju, untuk tujuan memobilisasi pendanaan iklim bersama sebesar US$100 miliar per tahun pada 2020 dan setiap tahun hingga tahun 2025 sesegera mungkin untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang, dalam konteks tindakan mitigasi yang berarti dan transparansi dalam pelaksanaannya.