Economic Review- Meski pertumbuhan perbankan syariah dari tahun ke tahun terus menggeliat, namun sumbansihnya untuk perekonomian nasional masih terbilang rendah. Dengan kondisi tersebut maka peran perbankan syariah dapat terus didorong.
Fakta tersebut diungkapkan Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto dalam rilisnya yang diterima redaksi, Minggu (20/2).
“Untuk lebih meningkatkan peran perbankan syariah, pemerintah perlu mendorong lebih banyak produsen untuk masuk ke dalam ekosistem halal. Setelah banyak produsen masuk dalam ekonomi halal, akan lebih mudah mendorong bank-bank menyediakan layanan pembiayaan syariah. Karena pada umumnya bank follow the trade begitu ekonomi halal meningkat dengan cepat mereka akan menyambut,” papar Eko.
Saat ini, lanjut dia, pasar ekonomi halal tidak hanya menjadi incaran negara mayoritas muslim, tapi juga negara non-muslim, sehingga Indonesia diharapkan tidak melepaskan momentum ini untuk menjadi negara adidaya dalam perekonomian syariah. “Di tengah persaingan tersebut, Indonesia harus mengoptimalkan peluang yang dimiliki secara tepat,” ujarnya.
Kini telah terdapat 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 12 bank syariah dan di Indonesia dengan enam bank di antaranya memiliki modal inti kurang dari Rp2 triliun dan hanya satu bank yang memiliki modal inti lebih dari Rp20 triliun yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Indonesia berpotensi menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia dengan pengembangan potensi yang ada baik di sektor riil, keuangan, dan sosial.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Oktober 2021 pembiayaan yang disalurkan bank syariah naik 7,9 persen secara tahunan menjadi Rp418 triliun. Secara persentase angka ini lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan bank umum konvensional yang naik 3,3 persen pada periode tersebut.
Namun hal itu terpaut jauh dengan bank konvesional, dimana bank syariah baru menyalurkan dana Rp418 triliun, sedangkan bank umum Rp5.784 triliun.