EconomicReview – Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, Uti telah membuktikan dengan membangun bisnis di bidang Kreatif dari nol. Dia hanya berbekal kompetensi di bidang Marketing Communications (Marcomm) yang dipelajarinya selama 15 tahun di perusahaan-perusahaan Advertising besar seperti JWT, Saatchi&Saatchi, BBDO dan McCann Erikson. Di sisi lain, networking dari perusahaan-perusahaan multinasional yang pernah dia handle sebagai klien juga menjadi faktor penting kesuksesan bisnis yang dibangunnya.
Apalagi, klien pertama yang di-handle-nya adalah Citibank, membuatnya bersama tim bisa melakukan benchmark untuk membentuk etos kerja dan kualitas kerja yang competitive, mampu bekerja dengan speed yang luar biasa serta membangun profesionalisme yang sangat tinggi.
Dari 2 orang hingga 30 orang karyawan, dia rintis bisnisnya selama 3 tahun dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Lembur-lembur sampai pagi hari mengejar deadline merupakan makanan sehari-hari yang dinikmati dengan semangat. Setelah itu, dia mampu mendidik kader-kader baru dari para magang yang belum punya pengalaman.
Hingga saat ini, 21 tahun kemudian, Uti berhasil memiliki aset rumah-kantor di kawasan Kemang, Jakarta Selatan serta berhasil mengembangkam bisnis ke bidang properti dan batik. Ke depan, dia akan mendedikasikan dirinya untuk pembentukan manusia-manusia kreatif. Tujuannya agar kita bisa memiliki manusia-manusia unggul yang tahan banting dan penuh energi untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dengan ide-ide cemerlang.
Berikut pemaparan bagian pertama Uti Rahardjo terkait Creativepreneur kepada EconomicReview yang disajikan dalam bentuk interview.
Saat ini fenomena digital begitu meruyak di semua sector industry yang ada di Indonesia. Tak mengherankan jika dalam 5 tahun terakhir bermunculan Creative Entrepreneur (Creativepreneur) yang didominasi generasi muda. Bagaimana pendapat Ibu melihat fenomena ini?
Kemajuan teknologi yang eksponensial telah memungkinkan individu memasuki dunia usaha dengan lebih mudah dan lebih murah. Begitu banyak aplikasi yang memudahkan kita untuk memasarkan produk/jasa kita. Siapa saja, kapan saja, dimana saja, seseorang bisa melakukan transaksi dengan praktis dan tanpa hambatan.
Kondisi ini memberi kesempatan bagi generasi muda dengan populasi terbesar merayakan kesempatan menjadi creativepreneur. Di sisi lain, Indonesia juga menikmati middle income growth yang menggembirakan. Semua peluang tersebut membawa pengaruh positif bagi generasi muda yang haus akan eksplorasi dan kreativitas.
Dalam konteks creativepreneurship tidak ada pengaruh teknologi yang negatif. Sejauh teknologi dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan secara positif. Kecuali jika teknologi dipakai untuk hal-hal yang merugikan. Misalnya meretas akun orang lain, melakukan tindakan-tindakan fraud dan tidak bertanggung jawab.
Creativepreneur lebih banyak ditekuni oleh generasi muda yang melakukan bisnis dengan ide-ide yang lebih kreatif….
Creativeprenuership adalah mereka yang berbisnis di industri kreatif yang basis modalnya adalah ide dan konsep. Hal ini memberikan peluang yang besar bagi technopreneur maupun non technopreneur. Tentu saja konsep-konsep technopreneur sangat menarik karena dipengaruhi oleh kemajuan Unicorn-Unicorn yang memberi inspirasi sangat menggiurkan. Namun di bidang non tech pun tetap memiliki peluang yang luar biasa untuk dikembangkan. Ide is the currency.
Bagi mereka yang tidak bisa memanfaatkan teknologi untuk keuntungan bisnis mereka, tentu saja kehilangan peluang untuk melakulan terobosan-terobosan yang akan memberikan added value bagi bisnisnya. Teknologi adalah tools yang powerful, sekaligus murah. Sayang jika tidak dimanfaatkan. Selain itu tekmologi juga memudahkan kita membentuk jaringan dan ekosistem yang menunjang bisnis kita.
Apa itu Creative Entrepreneur (Creativepreneur)? Apakah ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dimiliki oleh seorang creativepreneur?
Creativity and Entrepreneurship adalah dua kekuatan yang bisa memberikan dampak lebih besar terhadap pengusaha. Ada dua unsur dalam creativepreneurship, yakni Soft skill dan Hard skill.
Soft skill dari seorang creativepreneur adalah memiliki delapan elemen “CREATIVE” dalam dirinya yang terus menerus harus diasah. Mulai dari Courage (Keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru). Resilience (Kegigihan dalam menyusuri bisnis yang penuh dengan tantangan). Emphaty (kemampuan untuk memahami konsumen). Agile (kemampuan untuk bergerak secara cepat, antisipatif dan luwes).
Kemudian Transcendence (kemampuan untuk melihat diluar nilai-nilai intrinsic). Imagination (mampu mengolah stimulus-stimulus dan mengembangkan ide secara imajinatif). Vision (memiliki tujuan jangka panjang yang secara konsisten merekatkan seluruh perjalanan bisnis). Energi (mampu mengolah energi dan passion untuk bertahan dan sustainable). Terakhir, Risk taking (berani mengambil resiko).
Ada juga yang mengatakan bahwa seseorang dengan bakat entrepreneurship adalah seseorang yang “die hard”. Tak kenal lelah untuk mencoba. Mampu mengambil resiko secara kalkulatif dan mampu mengubah kegagalan menjadi pelajaran berharga untuk maju ke depan.
Apakah ada faktor lainnya?
Ciputra pernah mengatakan, “Entrepreneurship adalah kemampuan seseorang untuk mengubah kotoran menjadi emas.” Jadi ada satu api yang tak pernah padam yang membuatnya selalu bangkit lagi untuk mencoba dan terus mencoba.
Seorang creativepreneurship bisa dimaknai sebagai seseorang yang berusaha di bidang kreatif ekonomi. Ada 16 sub sektor di dalam industri kreatif, yaitu: kuliner, fesyen, kriya, TV dan radio, penerbitan, arsitektur, aplikasi dan games developer, periklanan, musik, fotografi, film, animasi, video, seni pertunjukkan, desain produk, seni rupa, desain interior, dan desain komunikasi visual. Basis dari usaha di bidang ekonomi kreatif adalah ide, konsep, kreativitas sehingga selalu terbarukan. Inovasi-inovasi baru selalu lahir dari hasil berpikir kreatif yang mampu melahirkan solusi-solusi baru yang dibutuhkan dalam kehidupan kita. Misalnya, penemuan Gojek dan Gofood merupakan inovasi dalam bidang teknologi yang luar biasa, yang mengubah secara revolusioner cara orang berbelanja. Inovasi tersebut telah mendisrupsi banyak hal dalam kehidupan kita.