EconomicReview-Aturan baru yang ditetapkan pemerintah soal pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, pada intinya menaikkan batas penghasilan kena pajak (PKP) menjadi Rp 5 juta per bulan atau kumulatif Rp 60 juta per tahun.
Pada aturan sebelumnya, batas penghasilan kena pajak adalah Rp 4,5 juta sebulan atau kumulatif Rp 54 juta per tahun.
Perubahan ini tertuang di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Aturan ini kemudian diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh.
Aturan persentase pengenaan pajak PPh Pasal 21 sebesar 5 persen layer terbawah sendiri sebenarnya masih sama dengan regulasi sebelumnya. Adapun yang berbeda hanya pada pada batas PKP.
Pajak Penghasilan itu dipotong pemerintah melalui perusahaan pemberi kerja dari gaji karyawan. Hitungannya yakni gaji dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) lalu dikalikan dengan tarif progresif pajak PPh Pasal 21.
Berikut cara menghitungnya:
PPh per tahun = PKP – PTKP x 5 persen
Adapun besaran PTKP tetap Rp 54 juta per tahun.
Sehingga besaran PPh karyawan dengan penghasilan 5 juta per bulan atau Rp 60 juta dalam setahun adalah:
PPh: Rp 60 juta – Rp 54 juta x 5 Persen = Rp 300 ribu
Alhasil, pekerja dengan penghasilan Rp 5 juta dalam sebulan akan dikenakan pajak sebesar Rp 300 ribu setiap tahunnya.
Di sisi lain, karyawan dengan penghasilan lebih dari Rp 60 juta hingga Rp 250 juta per bulan dikenakan pajak sebesar 15 persen. Sedangkan penghasilan lebih dari Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta, tarif PPh yang dikenakan sebesar 25 persen.
Selanjutnya, penghasilan kena pajak di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar dikenakan pajak 30 persen. Terakhir, penghasilan di atas Rp 5 miliar dikenakan PPh sebesar 35 persen.