EconomicReview – Banyak persoalan yang melingkupi usaha kelapa sawit di Indonesia. Bagi petani, pengembangan perkebunan kelapa sawit masih saja menghadapi kendala. Namun yang perlu adalah bagaimana mendorong kemitraan dengan cepat dan terukur dari manfaat kemitraan tersebut.
Kendati masih banyak persoalan lainnya, namun petani kelapa sawit di Indonesia merupakan aktor penting yang patut mendapatkan dukungan besar. Lantaran, kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit mencapai 42% dari total luas lahan yang dikembangkan di Indonesia.
Kemitraan petani sawit juga membutuhkan dukungan BPDP-KS guna mendorong penguatan kelembagaan petani sawit selama ini. Keberadaan petani masih membutuhkan dukungan dari banyak pihak untuk membangun kelembagaan, kemitraan yang sejajar dan bantuan permodalan dari perbankan serta asosiasi seperti GAPKI dan SPKS, guna membangun kebun sawit berkelanjutan.
Direktur Penyaluran Dana BPDP-KS Edi Wibowo mengatakan, dalam mendukung kemitraan kelapa sawit pihaknya telah menerapkan tiga prinsip kemitraan strategis. Pertama, program kemitraan untuk pemberdayaan pekebun dalam penanganan dampak Covid-19.
Hal ini sudah dilakukan, mulai dari produksi sabun cair, hand sanitizer, produksi virgin oil dan produk turunannya sebagai makanan sehat dan personal care product yang terjangkau masyarakat luas. Kemudian untuk ketahanan energy tingkat pedesaan dilakukan pembuatan bahan bakar dari biomasa sawit untuk keperluan sendiri dan desa sekitar.
“Untuk ketahanan pangan tingkat pedesaaan dilakukan pengelolaan lahan sawit untuk tanaman tumpang sari dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan sendiri dan desa sekitar,” kata Edi dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 9, bertajuk “Peran BPDPKS dalam Memperkuat Kemitraan Pekebun Kelapa Sawit Indonesia” pada Kamis (29/07/2021).
Selanjutnya kedua, program kemitraan untuk pemberdayaan pekebun terkait integrasi dengan industri hidrokarbon. Ketiga, program kemitraan terkait peremajaan sawit rakyat dalam kemitraan strategis. “Model kemitraan strategis dengan dukungan perusahaan mitra meliputi bibit unggul bersertifikat, teknis budidaya berkelanjutan, jaminan pembelian, akses pendanaan mudah & kompetitif, kesempatan pekebun bekerja di koperasi dan transpatasni,” ujarnya.
Dengan menerapkan program kemitraan berbasis karakteristik usaha tersebut, bisa memberikan jaminan pasar bagi Tandan Buah Segar (TBS) sawit pekebun swadaya, memberikan akses petani swadaya untuk memperoleh bibit dan pupuk berkualitas.
Selain itu, memberikan bimbingan teknis peningkatan produksi dan mutu TBS sesuai standar industri kelapa sawit. Kemudian memberikan bimbingan teknis pola usaha tani/berkebun yang baik (Good Agriculture Practices) dan berkelanjutan. “Semua ini akan meningkatkan nilai tambah produk sawit sehingga akan meningkatkan kesejahteraan pekebun,” tandas Edi.
Sementara itu, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, secara nyata kemitraan memang sangat dibutuhkan pekebun sawit, khususnya petani swadaya dimana mayoritas petani swadaya belum bermitra dengan perusahaan. Sedangkan pekebun plasma, umumnya sudah mempunyai orang tua asuh yakni perusahaan inti.
Persoalan yang dialami pekebun swadaya adalah produktivitas tanaman rendah. Hal ini karena banyak pekebun swadaya yang menggunakan bibit tidak unggul, pengetahuan petani juga masih rendah, dam tidak mendapat pendampingan dari pemerintah.
Di sisi lain, anggaran dari pemerintah juga minim untuk memberikan pendampingan kepada pekebun swadaya. Kelembagaan petani juga tidak ada sehingga menyulitkan pendampingan dan kemitraan. “Banyak petani yang tidak mau berorganisasi karena ada trauma dalam berorganisasi. Kenapa petani tidak mau bermitra? Karena kerap petani disalahkan,” katanya.
Bahkan Darto menilai, petani kini sudah mengerti dan paham situasi. Mereka juga sudah bisa menghitung resiko keputusan bermitra atau tidak bermitra. Kadang yang dialami pekebun, harga TBS dari PKS kerap berbeda jauh dengan yang tidak bermitra. Dengan demikian, petani melihat resiko ekonomi. Karena itu, Darto berharap ada kebijakan yang menjadi payung di lapangan dalam kemitraan. “Perlu langkah revolusioner pemerintah untuk mengatasi masalah kemitraan. Pendataan dan pendampingan harus dilakukan,” tegasnya.