EconomicReview – Laporan Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2020 yang dikeluarkan Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD) dan Refinitiv melansir bahwa untuk pertama kalinya sejak laporan ini dikeluarkan pada 2012, Indonesia menduduki peringkat kedua dari 135 negara yang dievaluasi oleh kedua lembaga tersebut. Tahun lalu, Indonesia menempati urutan keempat setelah Malaysia, Bahrain, dan Uni Emirat Arab.
Laporan tersebut mencakup 135 negara dan didasarkan pada lima metrik utama yang terdiri dari Perkembangan Kuantitatif, Pengetahuan, Tata Kelola, Kesadaran, serta Tanggung Jawab Perusahaan dan Sosial (CSR).
Dalam laporan tersebut dipaparkan bahwa Aset Global Islamic Finance diperkirakan akan mencapai US$3,69 triliun pada 2024. Laporan itu juga mengungkapkan, aset Keuangan Islam global meningkat 14 persen year-on-year dengan total US$2,88 triliun pada 2019. Secara detil yakni Aset Keuangan Islam dari Gulf Cooperation Council (GCC) mencapai US$1,2 triliun pada 2019 diikuti oleh Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) sebesar US$755 miliar (tidak termasuk GCC), dan Asia Tenggara sebesar US$685 miliar.
Sektor perbankan Islam menyumbang sebagian besar aset keuangan Islam global. Sektor ini tumbuh 14 persen pada 2019, setara dengan US$1,99 triliun aset global. Ini dibandingkan dengan pertumbuhan hanya 1 persen pada 2018 dan pertumbuhan tahunan rata-rata 5 persen selama periode 2015 hingga 2018.
Menurut laporan tersebut, Green and Socially Responsible Investments (SRI) meningkat di UEA dan Asia Tenggara pada 2020. Pandemi ini menjadi game changer kondisi yang ada. Sejumlah bank syariah melaporkan kerugian dan mengurangi keuntungan sepanjang tahun ini. Pandemi juga telah menyebabkan pertumbuhan di beberapa area industri karena beberapa regulator beralih ke keuangan Islam untuk mengurangi dampak ekonomi.
Penerbitan Sukuk Perusahaan juga meningkat setelah penghentian yang hati-hati pada kuartal pertama tahun 2020. Laporan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan mengambil keuntungan dari biaya pinjaman yang rendah untuk menopang keuangan mereka, sementara pandemi terus menghantam perdagangan dan ekonomi.
Laporan tersebut juga memaparkan, lima negara teratas dalam kaitannya dengan Keuangan Syariah yakni Malaysia, Indonesia, Bahrain, UEA dan Arab Saudi. Tahun ini, Indonesia memperlihatkan peningkatan paling signifikan dalam Indikator Perkembangan Keuangan Islam (IFDI), naik ke posisi kedua untuk pertama kalinya berdasarkan peringkat pengetahuan dan kesadaran yang tinggi.
Peringkat Indonesia ini tak lepas dari posisi Indonesia yang memiliki potensi besar yang didukung populasi Muslim terbesar di dunia. Ekonomi syariah nasional yang bertumpu pada sektor riil juga memiliki daya tahan tinggi, khususnya dalam menghadapi situasi krisis.
Hal ini dikarenakan sektor tersebut diperuntukkan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat banyak, dan memiliki multiplier effect yang luas, termasuk menyerap tenaga kerja. Selain itu, ekonomi syariah juga tidak memikirkan keuntungan semata, tapi juga mematuhi prinsip-prinsip syariah, seperti menghindari riba, gharar (ketidakjelasan), maysir (berjudi/spekulasi) dalam bertransaksi, serta menjunjung tinggi keadilan dan semangat saling membantu satu sama lain.
Meski demikian, masih banyak tantangan yang harus diatasi. Untuk sektor keuangan syariah, rendahnya tingkat literasi dan inklusi masyarakat masih menjadi tantangan besar. Khusus bagi pasar modal syariah, masih minimnya jumlah dan variasi produk yang diterbitkan oleh para pelaku industri menjadi salah satu hambatan utama. Masih banyak tugas bersama yang harus diselesaikan di 2021.