EconomicReview-Kehadiran startup financial technology (fintech) telah menjadi kebutuhan yang tak bisa ditolak keberadannnya, dan untuk mengatasi persoalan negatif penyalahgunaan terkait fintech ini maka diperlukan berkolaborasi antar perbankan dan fintech.
Demikian dikatakan Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto, terkait kolaborasi ini lanjutnya, ada beberapa bentuk yang dapat dilakukan antara lain, channeling cash management, tukar-menukar informasi, serta pengembangan bisnis.
“Ada perbedaan mendasar antara bank dan fintech, yakni bank menghimpun dana masyarakat, sedangkan fintech dana dari investor. Bank memiliki aturan yang ketat, sementara fintech longgar. Adanya perbedaan tersebut dapat dikolaborasikan, misalkan bank menjadi investor fintech dan meminta fintech menjadi agen-agen penyalur dana di daerah-daerah,” jelas Ryan dalam Focus Group Discussion (FGD) “Dewasa dalam Menyikapi Pinjaman Online” (27/1) yang turut menghadirkan narasumber Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Financial Technology (Fintech) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan, dan Ketua Harian Asosiasi Fintech Lending Indonesia (AFLI) Kuseryansyah.
Ditempat yang sama, Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan mengakui, saat ini perkembangan industri financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol). Sayangnya, industri pinjol dirusak oleh pinjol – pinjol ilegal sehingga meresahkan konsumen karena ada di antaranya yang mengancam dengan kata- kata kasar.
“Pinjaman yang telah disalurkan melalui fintech telah mencapai Rp81,5 trilliun. Fintech berkembang sangat cepat karena proses peminjamanannya yang sangat cepat. Karena proses meminjan bisa dilakukan dalam waktu 5 menit. Makanya keberadaan fintech menyasar orang – orang yang tidak bisa berhubungan dengan bank,” jelas Munawar.
Munawar Kasan mengungkapkan tentang eksistensi fintech di Indonesia yang saat ini telah ada 164 fintech, terdiri dari 139 terdaftar dan 25 berizin dengan model konvensional 152 fintech dan syariah 12 fintech. Namun di luar itu, menurutnya, ada ribuan fintech yang tidak berizin apalagi terdaftar yang bisa diartikan sebagai fintech ilegal.
Sayangnya, sambung Munawar, keberadaan fintech yang pada dasarnya membantu pihak – pihak yang ingin meminjam uang secara cepat dirusak dan dganggu oleh fintech ilegal. Munawar pun menyarankan jika ada konsumen yang diganggu oleh fintech iegal untuk segara melapor ke OJK. Sanksi tegas akan diterapkan OJK terhadap fintech ilegal.
“Sudah ada tindakan tegas untuk fintech ilegal, tapi satu ditutup, muncul lagi dengan nama yang lain,” ungkap Munawar.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, permasalahan paling tinggi dalam pinjaman online yang dilaporkan konsumen adalah cara penagihan. Yakni mencapai 39,5 persen. Kemudian, pengalihan kontak 14,5 persen, permohonan reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5 persen. Administrasi 11,4 persen dan penagihan pihak ke-3.
“Permasalahan pinjaman online, paling tinggi adalah cara penagihan. Rata-rata penagihan lewat teror, melalui WA. Saya pernah didatangi lender ke YLKI, dia bilang sengaja menagih dengan cara itu, ketimbang datang. Biaya nagih secara langsung lebih mahal,” ujarnya.
Tulus mengatakan, permasalahan pinjaman online setelah penagihan dengan teror adalah pengalihan kontak. Lender dapat membaca semua transaksi HP dan Foto
“Intinya di sini ada data pribadi. Perlindungan data pribadi masih rendah. Ini anomali ke tiga.
Kita belum mempunyai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Sehingga pelaku usaha seenaknya saja. Yang legal juga bermain dua kaki,” bebernya.
Tulus menambahkan, untuk perlu dilakukan pengawasan yang maksimal terkait pinjaman online. Tidak hanya OJK dan kepolisian. Namun juga lembaga lainnya. “Sebab tidak mungkin kita hanya menyalahkan konsumen saja. Kami mendorong Undang-Undang Perlindungan Data pribadi, memang sedang proses. Ini dalam konteks perlindungan konsumen,” paparnya.
Terkait penyelenggaraan FGD yang terlah berlangsung Direktur Harian Indopos, Rizki Darmawindra berharap FGD ini akan menghasilkan output yang bermanfaat buat masyarakat serta stakeholder (pemangku kepentingan). “Semoga diskusi ini menghasilkan manfaat untuk masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkait,” jelasnya. (Corry)