EconomicReview – Fenomena novelis atau penulis novel di ranah digital saat ini berkembang cukup pesat.
Ketua umun Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Arys Hilman berpendapat perkembangan tren penulis di platform digital ini menjadi peluang baik karena bisa melahirkan banyak penulis potensial yang baru.
“Bagi kita untuk industri penerbitan ini justru menjadi peluang baru karena dari situ kita menemukan banyak penulis-penulis potensial lahir dan sebenarnya juga mereka akan tetap menerbitkan, ujung-ujungnya dalam bentuk buku,” ucapnya dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat.
Perkembangan platform buku digital bisa melahirkan penulis-penulis baru dengan pengikut yang sudah menjadi calon pembaca potensialnya ketika tulisannya dicetak dalam bentuk buku.
Biasanya penulis di platform digital, seperti wattpad, menulis hanya berbentuk bab per bab, lalu dirangkai setelah sekian waktu untuk menjadi sebuah buku utuh.
Untuk sebuah novel digital diterbitkan ke dalam bentuk buku fisik, dalam dunia penerbitan ada istilah akuisisi naskah. Proses akuisisi naskah adalah bagaimana penerbit menemukan penulis baru di dunia digital dengan melihat konten di media sosialnya, cerita yang diilustrasikan dengan baik, dan komentar dari pembaca yang menjadikan peluang untuk penerbit mencetaknya menjadi sebuah buku.
Selanjutnya buku tersebut bisa dipasarkan, baik dalam bentuk buku fisik maupun bentuk digital, yang bisa dibeli pembacanya.
Kalau zaman dulu, akuisisi naskah itu dari buku yang sudah jadi, namun sekarang akuisisi naskah dilakukan penerbit dengan mencari penulis yang sedang memiliki konten di dunia digital dan bahkan sudah memiliki followers alias calon pembaca potensial kalau karya mereka dibukukan.
Meskipun para penulis tersebut sudah berkarya di platform digital, penulis digital di seluruh dunia, termasuk Indonesia, masih tetap menjadikan buku karangannya dalam bentuk fisik sebagai sebuah masterpiece yang menjadi puncak karyanya.
Bagi penulis, justru kebahagiaan terbesarnya ketika dijadikan buku. Karena alasan itu pulalah hingga kini buku cetak tetap menjadi hal penting dan dibutuhkan oleh pembaca.
Meskipun demikian, data yang didapat dari IKAPI menunjukkan bahwa porsi penerbitan buku digital (elektronik) masih rendah, yaitu di bawah 20 persen pada tahun 2019. Sementara saat pandemi COVID-19 melanda tahun 2020, sebanyak 44 persen perusahaan menerbitkan buku digital.
Penjualan secara daring jugamenjadi saluran yang paling banyak digunakan perusahaan di masa pandemi untuk memasarkan produknya, yaitu sebesar 27,6 persen, diikuti dengan direct selling atau penjualan langsung sebesar 24,4 persen, distribusi pada toko buku besar dan kecil sebesar 21,3 persen, komunitas 11 persen, serta gabungan dari saluran penjualan yang tersedia.
Di sisi lain, justru dunia penerbitan diuntungkan dengan adanya era digital ini, seperti saat proses editing, pemasaran melalui marketplace, webstore atau social commerce, dan juga promosi yang dilakukan di sosial media yang dapat meningkatkan komunikasi dengan calon pembeli, bahkan saat buku belum dicetak.
Bukan hanya penerbit, tapi pembaca juga perlu memiliki sikap kritis terhadap karya-karya yang ada di digital itu, karena di situ belum muncul aspek-aspek kalau ada pelanggaran, misalnya dari aspek hak cipta.
Dengan banyaknya platform membaca dan penulis baru di platform digital, dapat meningkatkan kemampuan literasi dan kebiasaan membaca masyarakat yang saat ini masih kurang, agar bisa meningkatkan kualitas hidup bangsa.
📸 : Istimewa