EconomicReview – Mengaku tidak ada mentor khusus dalam perjalanan bisnisnya selama 21 tahun. Namun, Uti menegaskan bahwa dirinya selalu berdiskusi dengan sahabat-sahabat dari industri yang sama serta sering meminta advice dari sang suami, khususnya untuk masalah-masalah finance.
Tak kalah penting, dia belajar banyak dari 2 anaknya yang selalu memiliki insight-insight yang luar biasa, terutama untuk dunia digital yang sangat menantang saat ini.
Anak laki-lakinya, Ganendra Satria, yang menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dan mengambil Twinning degree di Queensland, kini membantunya sebagai Manager Digital Marketing. Sang anak juga sedang merintis Single musiknya (dia seorang composer & arranger). Anak keduanya, Laras Thyrza Amandari, Sarjana Hukum di Universitas Indonesia, kini telah bekerja sebagai “Legal Take Down” staff di Facebook Singapura untuk area Asia Pacific.

Di sisi lain, di tengah kesibukannya, Uti Rahardjo mampu menyelesaikan buku bertajuk “Kreatif Berbisnis Kreatif – 21 Tahun Merawat Bisnis Kreatif”. Buku ini bisa menjadi guideline bagi mereka yang ingin merintis bisnis di bidang kreatif.
Berikut pemaparan bagian kedua Uti Rahardjo terkait Creativepreneur kepada EconomicReview yang disajikan dalam bentuk interview.
Bagaimana dukungan pemerintah terhadap pegiat creativepreneurship?
Dukungan pemerintah terhadap pegiat creativepreneurship sudah dilakukan sejak era Marie Pangestu dan Triawan Munaf sebagai kepala Badan Ekonomi Kreatif. Sekarang dilanjutkan oleh Sandiaga Uno. Namun masih diperlukan satu strategi yang jitu untuk bisa membuat ekonomi kreatif bisa memberikan kontribusi yang lebih tinggi.
Salah satu yang bisa jadi contoh adalah Korea Selatan. Mereka mampu menjadikan sektor kreatif sebagai tulang punggung kemajuan ekonomi mereka dengan strategi budaya yang mumpuni. Adanya fenomena Korean Wave dapat dijumpai di Indonesia dan dampaknya sangat terasa di kehidupan sehari-hari terutama pada generasi milenial.
Perkembangan teknologi informasi yang masif menjadi faktor utama penyebab besarnya antusisme publik tehadap Korean Wave di Indonesia. Salah satu produk Korean Wave yang sangat diminati kaum milenial adalah musik pop. Musik pop Korea ini atau yang sering disebut sebagai K-pop merupakan salah satu sub-sektor hiburan yang mengangkat perekonomian Korea Selatan.
Bagaimana agar para pegiat creativepreneur ini bisa kompetitif?
Beri pelatihan pada pelaku UKM secara konsisten, baik pelatihan creativepreneurship dan pelatihan teknologi secara intensif. Ajarkan tentang Branding. Kemudian buat ajang kompetisi untuk membangun mental juara bagi mereka. Pemerintah harus memberi dukungan pembiayaan yang memadai bagi UKM yang sudah terkurasi dengan baik serta dukung dengan kemudahan perijian dan keringanan pajak.
Ada tuntutan jauh lebih besar untuk memenangkan kompetisi…
Sekali lagi pertarungannya adalah ide yang lahir dari manusia yang memikili creative thinking yang terasah dengan baik. Teknologi adalah medium dan enabler. Jadi manusianya yang harus diasah cara berpikirnya, diasah kemampuan soft skill-lnya dengan menghidupkan 8 CREATIVE sebagai DNA-nya. Mereka juga perlu dilatih untuk mengembangkan entrepreneurial mindset yang memadai, diantaranya ada practical inteligence, networking, dan communciation skill. Sekaligus diberi pelatihan-pelatihan hard skill yang sesuai dengan industri yang dimasuki, yang meliputi kemampuan marketing & branding. Competitiveness itu bukan hanya di produk, melainkan terletak pada positioning yang tajam. Added value-nya dilahirkan dalam kemampuan ilmu Branding yang creative.
Bagaimana dengan para pemain Tech Giant? Apakah mereka menjadi ancaman bagi para start up creativepreneur? Bagaimana seharusnya pemerintah bersikap?
Ini kita berbicara soal skala bisnis. Para pengusaha akan bertarung di dalam segment kelasnya masing-masing. Kelas UMKM punya bisnis model yang sederhana. Jadi ya jalankan bisnis secara natural saja, sesuai dengan bisnis model yang ada.
Seorang pemgusaha Tec Giant segmentnya sudah beda lagi. Mereka memiliki bisnis model yang lebih canggih. Bahwa di dalamnya bisa jadi ada vendor-vendor yang menjadi pemasok dalam mata rantainya, itu malah menguntungkan para pengusaha mikro karena mereka punya pembeli. Jika suatu hari mereka dicaplok, tentu ada nilai negosiasi yang dihasilkan. Sejauh membawa keuntungan bagi pengusaha Mikro, ya patut disyukuri.
Saya melihat bahwa merger adalah sebuah strategi bisnis yang harusnya membawa keuntungan pada kedua belah pihak. Apa boleh buat, survival of the fittest juga berlaku dalam dunia usaha. Jadi siapa yang lebih kuat, dialah yang jadi pemenang.
Jika ada start up yang dibeli oleh pemgusaha Giant, berarti start up itu punya kelebihan yang menarik. Pemerintah justru bisa menjadi perantara dari para company giant ini membantu perusahaan-perusahaan kecil yang butuh capital untuk berkembang. Pemerintah bisa menjadi perantara untuk melakukan negosiasi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Bagaimana pula dengan Creative Leadership di kalangan pegiat Creativepreneur?
Betul, ada satu lagi yang menjadi perhatian kita semua, yakni Creative Leadership di kalangan pegiat Creativepreneur. Leadership selalu menjadi kunci bagi kesuksesan sebuah usaha karena di dalam Leadership terkandung Visi, Strategi, dan Sistem yang bisa diimplementasikan secara sistematis. Tanpa leadership, kita akan kehilangan daya lenting. Leadership adalah influence. Tanpa kemampuan tersebut kita akan mudah punah.
Sebagai penggiat Creativepreneurship, meski kita cenderung asyik dengan peran kita untuk meng-create ide yang meaningful, jangan lupa bahwa ide-ide atau konsep-konsep tersebut akan bertemu dengan ide-ide lain dari para creator lain yang harus kita tundukkan. Kita juga akan bertemu dengan challenge dari klien-klien yang sangat demanding. Atau bertemu dengan konsumen yang sangat rewel.
Kemampuan leadership yang mumpuni membuat kita mampu berada di garis depan dan mengajukan argumentasi terbaik. Seorang leader yang baik harus pandai menemukan creative rational terbaik yang bisa menenangkan emosi pelanggan.
Leadership juga membuat kita dihargai oleh kolega dan tim, memberikan energi positif pada teamwork, dan memberikan harapan positif di dalam situasi yang penuh badai.
Seorang creativepreneur yang baik, akan selalu mampu memberikan alasan dan menjawab aspek why. Mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan, tidak hanya sekedar what atau how. Di dalam why ini kita akan menemukan value yang lebih dalam, sehingga kita selalu menemukan alasan untuk bertarung dan berjuang.