EconomicReview – PT Pertamina (Persero) terus meningkatkan perannya dalam menggerakkan perekonomian nasional. Caranya dengan mengembangkan strategi untuk memenuhi energi nasional secara berkelanjutan dalam rangka mengurangi impor minyak dan gas.
Demikian pemaparan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam keterangan pers berkaitan dengan acara Forum Outlook Perekonomian Indonesia bertajuk “Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021” yang berlangsung di Jakarta, Selasa (22/12).
Nicke menjelaskan, ada grand strategy energi nasional yang siap dijalankan oleh Pertamina. Strategi ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk mewujudkan ketahanan energi nasional sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
“Saat ini posisi Indonesia masih berada di skor 6.57 atau status Tahan. Ini menjadi tantangan kita untuk menaikan posisi tersebut menjadi Sangat Tahan. Kondisi ini yang mendasari pemerintah untuk menyusun grand strategy energi nasional,” ujarnya.
Secara detil, tantangan tersebut meliputi bagaimana meningkatkan produksi migas, menurunkan impor baik minyak maupun LPG, serta membangun infrastruktur baik untuk migas maupun electricity. Dari ketiga hal tersebut, Pemerintah menyusun 11 program yang sebagian besar bertujuan menurunkan impor dengan memaksimalkan pengelolaan kekayaan SDA Indonesia.
Pertamina mendapat tanggung jawab menjalankan program tersebut dengan berupaya meningkatkan produksi crude 1 juta bopd dan mengakuisisi lapangan minyak luar negeri untuk kebutuhan kilang. Amanah ini harus dijalankan. Saat ini kontribusi Pertamina sebesar 40%. Tahun depan akan mencapai 60%, sehingga akan sangat dominan.
“Dengan peran sebagai BUMN untuk mendorong pertumbuhan energi nasional, maka investasi Pertamina ke depan tentu akan disesuaikan dengan grand strategy energi dari pemerintah. Kalau kita bicara tentang hulu energi, 60% investasi akan dilakukan di hulu energi,” jelas Nicke.
Di sisi lain, Nicke menjelaskan, Pertamina juga akan meningkatkan kapasitas kilang. Tujuannya untuk optimalisasi produk BBM serta memperbaiki kualitas BBM dan Naptha. Untuk mengantisipasi penurunan demand terhadap BBM, Pertamina mengintegrasikan kilang petrochemical mengingat saat ini Petrochemical masih impor 70%.
Berkaitan dengan transisi energi, Pertamina akan mempercepat pemanfaatan pembangkit EBT (dominasi PLTS) dan meningkatkan produksi BBN (biodiesel atau biohidrokarbon). Transformasi energi difokuskan pada new and renewable energi. Sesuai arahan Pemerintah, Biodiesel merupakan salah satu yang akan terus dikembangkan sehingga Pertamina akan mengoptimalkan sawit yang berlimpah di Indonesia.
“Selain harus melakukan eksplorasi dari sisi migas, kita juga akan meningkatkan kontribusi dari bioenergy. Setelah Biodiesel (B30), tahun depan akan masuk ke B40. Pertamina juga akan masuk ke Biogasoline yang kebutuhannya cukup tinggi,” tegasnya.
Dari sisi gas, lanjut Nicke, Pertamina juga akan mengembangkan gasifikasi dari energi batu bara yang melimpah menjadi DME sehingga dapat mengonversi LPG. Selain itu, Pertamina terus membangun dan menambah jaringan gas rumah tangga hingga mencapai 3 juta pelanggan. Harapannya, masyarakat punya pilihan LPG, DME, Jargas, atau kompor listrik. Strategi ini diharapkan akan membuat perekonomian lebih bergerak.
Secara umum, Pertamina akan masuk ke pengembangan bisnis dan produk-produk baru untuk mengurangi adanya kesenjangan tersebut sehingga bisa menurunkan impor migas. Pertamina juga menjalankan program mandatory terkait BBM subsidi seperti “BBM Satu Harga” di 243 titik wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). Sedangkan untuk pemerataan akses produk non subsidi, Pertamina telah menyiapkan Pertashop di 2.192 titik.
Program mini outlet ini melibatkan UMKM bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UMKM serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
“Kita harapkan hal ini menjadi penggerak perekonomian daerah. Satu komitmen kami, meskipun dalam kondisi pandemi, semua aktivitas usaha, semua aset Pertamina tetap dioperasikan. Karena yang masuk dalam ekosistem Pertamina ini ada 1,2 juta tenaga kerja sehingga sangat besar. Karena itu motor penggerak ini tidak boleh terhenti. Ada misi perusahaan untuk menjaga motor tetap bergerak agar tetap menyerap tenaga kerja dan tetap mendorong industri nasional untuk bergerak,” pungkas Nicke.